Aryna Sabalenka kembali ke Dongfeng Voyah Wuhan Terbuka dengan sambutan hangat, seolah kembali bertemu “teman lama.” Bukan sekadar ungkapan, tetapi kenyataan bagi petenis Belarusia ini yang telah menorehkan sejarah cemerlang di Wuhan dengan rekor 12-0 dan dua gelar juara pada 2018 dan 2019, saat turnamen ini masih berstatus WTA 500 (Premier 5). Tahun ini, Sabalenka mengincar trofi ketiganya di Wuhan, yang kini naik kelas menjadi WTA 1000 setelah absen selama lima tahun.
“Kembali ke sini rasanya seperti pulang ke rumah,” ungkap Sabalenka dalam konferensi pers sebelum turnamen. “Saya memiliki kenangan indah dari masa lalu dan sangat ingin mengulangi kesuksesan saya di tahun 2019.” Tak hanya itu, Sabalenka juga menikmati “tur musim gugur” di Wuhan, menjelajahi keindahan sekitar danau Timur, menyaksikan tarian gaya Chu, hingga mencoba tenis pantai bersama anak-anak lokal.
Sabalenka dianggap sebagai “teman lama” oleh masyarakat Tiongkok karena rekornya yang tak terkalahkan di Wuhan. Ia menjadi juara dua kali, menyamai prestasi Petra Kvitova, pemenang pada 2014 dan 2016. Namun, banyak yang telah berubah bagi Sabalenka sejak kemenangan terakhirnya di Wuhan. Ketika itu, ia masih berusaha mencari konsistensi dalam permainannya. Bahkan, pada 2019, ia lebih dikenal di nomor ganda, memenangkan gelar Grand Slam pertamanya di AS Terbuka bersama Elise Mertens. Duo ini juga mencapai final ganda di Wuhan tahun yang sama saat Sabalenka mempertahankan gelar tunggalnya.
Kini, ia kembali sebagai petenis nomor dua dunia tunggal, dengan tiga gelar Grand Slam di nomor tunggal, dan bersiap menghadapi pesaing utamanya dari Tiongkok, Zheng Qinwen. Sabalenka telah mengalahkan Zheng dalam tiga pertemuan terakhir, termasuk di semifinal AS Terbuka dan final Australia Terbuka tahun ini, tanpa kehilangan satu set pun. Penggemar Tiongkok menjulukinya sebagai “gunung yang belum bisa ditaklukkan Zheng,” julukan yang diterima Sabalenka dengan senyum lebar. “Saya akan terus berusaha agar Zheng tidak bisa menaklukkan gunung ini,” katanya kepada Kantor Berita Xinhua.
Sabalenka bahkan terlihat semakin dicintai oleh para penggemar di Wuhan. Selama kunjungannya, ia disapa banyak penggemar yang meminta tanda tangan dan foto bersama. Hadiah berupa mainan berbentuk harimau pun berdatangan, merujuk pada tato harimau di lengan bawahnya yang menandakan bahwa ia lahir di Tahun Harimau (1998).
Di Wuhan, Sabalenka mengincar gelar keempatnya musim ini, setelah memenangkan dua Grand Slam di Melbourne dan New York, serta WTA 1000 di Cincinnati. Kemenangan di sini bisa mempersempit jarak peringkatnya dengan Iga Swiatek, yang memimpin peringkat WTA. Swiatek, yang mengundurkan diri dari Wuhan Terbuka setelah berpisah dengan pelatihnya, memberikan peluang besar bagi Sabalenka untuk mendekati posisi nomor satu dunia dengan selisih kurang dari 100 poin.
Meski berpeluang besar menggapai peringkat teratas, Sabalenka memilih untuk tidak terlalu fokus pada peringkat. “Tentu saja itu adalah tujuan saya, tetapi saya belajar bahwa tekanan akibat fokus pada peringkat bisa merusak. Saya lebih suka fokus pada permainan saya, berjuang untuk setiap poin, dan jika saya bisa menampilkan yang terbaik, saya akan menjadi nomor satu dunia,” tegasnya.
Sabalenka tampaknya semakin nyaman dan percaya diri menjelang turnamen. Apakah ia akan mampu menambah gelar ketiga di Wuhan dan merebut peringkat satu dunia? Para penggemar di Tiongkok, yang sudah menganggapnya seperti “teman lama,” tentu berharap petenis 26 tahun ini bisa mengulang momen emas di kota yang begitu dicintainya.